Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat.
ETIOLOGI
Malaria serebral merupakan malaria berat yang umumnya disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Namun, dalam kejadiannya juga dipengaruhi oleh beberapa penyebab yang menjadi factor yang penting dan kejadian tersebut berbeda-beda pada tiap daerah satu dengan daerah yang lain, karena:
1. Faktor manusia (rasial).
Di Indonesia terdapat beberapa vektor yang penting (spesies Anopheles) yaitu : A. aeonitus, A. maeulatus, A, subpictus, yang terdapat di Jawa dan Bali ; A. sundaicus dan A. aconitus diSumatera; A. sundaicus, A. subpictus di Sulawesi; A. balabacensis di Kalimantan; A. farauti dan A. punctulatus di Irian Jaya.
3. Parasit.
Umumnya adalah Plasmodium falciparum.
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamukMANIFESTASI KLINIS SEREBRAL MALARIA
Manifestasi klinis pada serebral malaria dibagi menjadi dua fase sebagai berikut :
1. Fase prodromal :
Gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala.
2. Fase akut :
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dengan pemeriksaan mikroskopi. Pemeriksaan mikroskopis dengan sediaan darah tebal dan tipis merupakan pemeriksaan yang terpenting. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik adalah berdasarkan hitung kepadatan parasit dan indentifikasi parasit yang tepat. Pemeriksaan mikroskopis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosa demam malaria dan untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval pemeriksaan diantara satu hari. Dalam hal ini waktu pengambilan sampel darah sebaiknya pada akhir perode demam. Periode ini tropozoit dalam sirkulasi mencapai jumlah maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan indentifikasi spesies parasit. Pemeriksaan miroskopis dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan miroskopis adalah merupakan standard baku dan apabila dilakukan dengan cara yang benar mempunyai nilai sensitivitas dan spesifitas hampir 100%.33
1. Cara pemeriksaan sediaan darah tebal
Untuk melihat adanya parasit aseksual dari plasmodium malaria dapat dilakukan dengan mengambil darah dari jari tangan penderita kemudian diletakkan pada dek gelas dan biarkan kering, kemudian selama 5 –10 menit diwarnai dengan pewarnaan giemsa yaitu cairan giemsa 10 % dalam larutan buffer PH 7,1. Setelah selesai diwarnai maka sediaan darah dicuci dengan hati- hati selama 1-2 detik lalu biarkan kering dan siap untuk diperiksa. Pemeriksaan dengan hapusan darah tebal diperlukan untuk menghitung kepadatan parasit.
2. Cara pemeriksaan sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis berguna untuk mengindentifikasi jenis parasit malaria. Cara pengecatan sama dengan pemeriksaan darah tebal namun sebelum di cat sedian darah difiksasi dulu dengan metanol murni.
3. Cara menghitung kepadatan parasit
Jumlah parasit aseksual dalam 1 mm3 = (X . Jumlah lekosit /mm3)/200
X = jumlah parasit aseksual per 200 lekosit.
MANAJEMEN PENANGANAN
Manajemen terapi atau penanggulangan malaria serebral meliputi:
1. Penanganan Umum
a. Penderita sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif (ICU).
b. Untuk di daerah endemis, terapi diberikan sesegera mungkin, kadang-kadang sebelum konfirmasi parasitologik.
c. Penderita harus ditimbang untuk menghitung dosis obat antimalaria.
d. Pemberian cairan infus untuk pemeliharaan cairan dan kebutuhan kalori. Semua intake harus direkam secara hati-hati.
e. Pasang kateter urin untuk mengukur pengeluaran urin seperti halnya mengukur pengeluaran yang lain.
f. Penderita harus diawasi dari muntah dan pencegahan jatuhnya penderita dari tempat tidur.
g. Penderita harus dibolak-balik untuk menghindari decubitus.
2. Terapi Antimalaria
a. Obat-obat terpilih:
i. Kinin dihidroklorida 10 mg/kg BB i.v. dalam NaCl 0,9% (10 cc/kg BB) diberi dalam 4 jam, diulang setiap 12 jam sampai sadar.
ii. Hidrokortison 2 X 100 mg/hari i.v.
b. Obat-obat pengganti:
i. Khlorokuin sulfat 250 mg i.v. perlahan-lahan disusul dengan 250 mg dalam 500 cc NaCl 0,9% dalam 12 jam (2 kali).
ii. Dexametason 10 mg i.v. (dosis inisial), dilanjutkan dengan 4 mg i.v. tiap 1 jam.
3. Terapi Antikonvulsi
Bila kejang berikan diazepam 0,2 mg /kg BB i.iv atau i.m. dan dapat diulang setiap 5 – 10 menit sampai kejang-kejangnya terkendali.